Rabu, 15 Oktober 2014

Mau Jantung Sehat? Minum Segelas Susu Setiap Hari!

Jarang minum susu karena eneg? Sebaiknya Anda mulai mengubah cara berpikir ini jika ingin sehat. Pasalnya, sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa minum segelas susu setiap hari dapat mengurangi risiko penyakit jantung, lho.

Hal ini disampaikan para peneliti dalam The 12th Euro Fed Lipid Congress yang diadakan di Montpellier, Prancis. Disebutkan bahwa ada keterkaitan antara konsumsi susu dan risiko penyakit kardiovaskular.

"Meta-analisis menunjukkan bahwa ada hubungan antara konsumsi sejumlah gelas susu sehari dan insiden lebih rendah dari hipertensi dan risiko serangan jantung," jelas Dr Sabita S. Soedamah-Muthu dari Universitas Wageningen di Belanda.

Berdasarkan 9 penelitian yang melibatkan 57.256 orang dan 15.367 kasus hipertensi, meta-analisis menunjukkan bahwa mengonsumsi susu secara rutin, terutama produk susu rendah lemak, dapat menurunkan risiko tekanan darah tinggi.

Selain itu, para ahli juga mempresentasikan data mengenai dampak dari konsumsi produk susu terhadap faktor-faktor risiko penyakit kronis seperti kolesterol, akumulasi lemak tubuh dan berat badan. "Akan dilakukan penyelidikan lebih lanjut mengenai efek positif konsumsi rutin susu terhadap kesehatan masyarakat," para peneliti mencatat.

Temuan ini selanjutnya didukung oleh percobaan klinis yang diterbitkan dalam American Journal of Clinical Nutrition dan dikutip pada Minggu, (13/10/2014). Disebutkan bahwa minum susu rendah lemak atau mengonsumsi produk olahan susu rendah lemak setidaknya empat porsi dapat menurunkan tekanan darah pada orang dewasa setengah baya dan mereka yang berusia lebih tua.

sumber : detik

Bertahun-tahun Panuan, Mengapa Tidak Kunjung Sembuh?

Banyak orang yang kesal saat panu menempel di kulit. Bagaimana tidak, gara-gara panu, kecantikan kulit ternodai. Apalagi jika panu ini sulit sekali dihilangkan. Bahkan ada orang yang harus rela kulitnya ditumbuhi bercak putih hingga bertahun-tahun. Apa sih penyebab panu 'menahun' ini?

"Panu bila diobati dengan tepat akan sembuh, namun bercak putih dapat menetap sampai beberapa waktu lamanya tergantung kerusakan sel pigmen kulit akibat metabolit organisme penyebab," terang dr Niken Wulandari, SpKK, dari RSUD Tangerang, saat dihubungi detikcom, dan ditulis pada Rabu (15/10/2014).

Dituturkan dr Niken, pada pasien dengan kekebalan imunitas tubuh yang baik, panu dapat sembuh asalkan pengobatan yang diberikan tepat. Sedangkan pada pasien imunokompremais atau pasien dengan kekebalan imunitas yang terganggu atau kurang baik, panu akan lebih sulit untuk disembuhkan. Panu juga tidak segera sembuh pada pasien yang tidak patuh pada pengobatan.

"Panu mudah untuk disembuhkan dengan obat antijamur namun mudah pula untuk kambuh kembali apabila faktor predisposisi atau kondisi yang menunjang menjadi patogen belum dapat disingkirkan, baik endogen maupun eksogen, misalnya banyak keringat atau pasien menderita penyakit akibat defisiensi imun," papar dr Niken.

Senada dengan dr Niken, dr I Gusti Nyoman Darmaputra, SpKK dari D&I Skin Centre juga menyebut panu umumnya dapat segera sembuh setelah pengobatan. Namun panu kadang menjadi menahun karena kambuh lagi. Karena itu dr Nyoman menyarankan agar dilakukan pencegahan panu dengan mengubah kebiasaan.

Menurut dr Nyoman, setelah penggunaan obat jamur minum atau krim selama 7-10 hari, umumnya jamur akan menghilang, namun bercak putih masih perlu waktu 2 minggu - 1 bulan agar hilang total. Itu makanya seringkali jamurnya sudah hilang tapi bercak putih masih terlihat.

"Bercak putih terjadi karena jamur menghasilkan bahan tertentu yang menghilangkan pigmen kulit serta elemen jamur bersifat menghalangi paparan sinar matahari ke kulit," ucapnya.

dr Susie Rendra SpKK dalam rubrik konsultasi di detikHealth mengatakan obat-obat panu yang bersifat antijamur, biasanya bisa mengatasi penyakit itu. Namun saat sembuh, kerap kali warna putih di kulit tetap bertahan. Itu makanya banyak yang beranggapan panunya belum sembuh. Padahal yang tersisa bisa saja bekasnya, sedangkan jamurnya sudah mati.

"Obat-obat panu biasanya bekerja membunuh jamur, tapi tidak menghilangkan bekas putih. Bekas putih biasanya akan menghilang secara perlahan dengan sendirinya, atau dipercepat dengan banyak berjemur," ujar dr Susie.

Sementara menurut dr Irma Bernadette Tiorita Simbolon SpKK dari Cosmetic Dermatology Division Department of Dermatovenereology Faculty of Medicine Universitas Indonesia, beberapa literatur melaporkan bahwa ada hubungan antara golongan Malasezzia, jamur penyebab panu, dengan asam lemak tertentu pada kulit. "Jadi sekali seseorang itu menderita panu, meskipun pada satu saat akan sembuh, tetap dapat muncul lagi," ucap dr Irma.

Apakah faktor genetika berpengaruh pada risiko seseorang terkena panu? "Panu karena faktor genetik didasarkan pada studi populasi yang telah dilakukan di beberapa negara dengan menggunakan kuesioner dan silsilah keluarga sampai tiga generasi, namun mekanisme pasti sampai saat ini belum dapat dibuktikan dan memerlukan penelitian lebih lanjut," jelas dr Niken.

sumber : detik

Selasa, 14 Oktober 2014

Jus Buah Justru Timbulkan Risiko Penyakit Jantung jika Dikonsumsi Seperti Ini

Jus buah seringkali dianggap sebagai minuman yang sehat karena terbuat dari buah, tak heran banyak orang yang memilihnya. Namun jangan salah, salah cara mengonsumsinya bisa membuat minuman ini jadi tak sehat lagi lho.

Meskipun diolah dari buah, namun jus buah merupakan salah satu minuman yang kadar gulanya tinggi dan rendah serat. Menurut sebuah studi terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Appetite dan dikutip pada Selasa (14/10/2014), mengonsumsi terlalu sering jus buah dapat menyebabkan asupan gula menjadi berlebihan, sehingga dapat memperburuk prevalensi tekanan darah tinggi dan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.

"Meskipun jus mungkin memiliki vitamin, mereka umumnya mengandung jumlah gula yang tinggi dengan serat yang rendah," ungkap Dr Matthew Pase, dari Swinburne University of Technology di Hawthorn, Australia.

Untuk membuktikan teori ini, Pase dan rekan-rekannya mencoba meneliti 160 responden dewasa. Mereka diminta mengisi kuesioner tentang kebiasaan mereka mengonsumsi jus buah selama 12 bulan. Selain diminta mengisi kuesioner, setiap hari mereka juga diperiksa secara medis. Ditemukan adanya peningkatan tekanan darah secara signifikan.

Pase menyimpulkan bahwa mereka yang mengonsumsi jus buah setiap hari memiliki tekanan darah pusat yang lebih tinggi, jika dibandingkan dengan mereka yang jarang mengonsumsinya. Padahal tekanan darah pusat tinggi sering dikaitkan dengan peningkatan risiko masalah, seperti serangan jantung atau angina.

"Temuan ini menunjukkan konsumsi terlalu sering jus buah setiap hari atau malah beberapa kali dalam sehari dalam jangka panjang dapat meningkatkan tekanan darah sentral, yang diketahui terkait dengan risiko penyakit kardiovaskular dan gangguan kognitif, seperti masalah dengan fungsi mental," kata Pase.

Menurut ahli gizi dan pakar diet lainnya, Malia Frey, jus dapat mengandung gula yang justru lebih banyak, dibandingkan jika Anda mengonsumsi buah segar potong. Bahkan jika Anda tidak menambahkan gula tambahan, sebagian besar buah-buahan manis mengandung kadar tinggi fruktosa.

Nah, ketika Anda memisahkan fruktosa dari serat (yang biasanya ditemukan di dalam daging buah), kandungan gula tersebut menjadi dicerna sangat cepat. Pada akhirnya meskipun Anda sudah minum segelas jus, Anda akan cepat lapar kembali dan justru makan lebih banyak beberapa saat kemudian.

sumber : detik

Awas!3 Produk Pangan Ini Paling Sering Dicampur Formalin

Penyalahgunaan bahan kimia pengawet mayat formalin, kerap digunakan untuk membuat beberapa produk makanan lebih menarik dan awet. Bahkan, ada tiga besar produk pangan yang sering dicampur formalin.

"Temuan BPOM, penyalahgunaan formalin 50 persen digunakan untuk mi, lalu tahu, dan produk perikanan yaitu pangan olahan ikan seperti pempek itu sering ditemui karena bahan bakunya, bahan laut seperti ikan itu kadang ada yang sudah mengandung formalin kan," kata kepala BPOM Roy Sparringa.

Maka dari itu, untuk mengatasi peredaran produk pangan bercampur formalin, menurut Roy akan lebih efektif jika diselesaikan di hulu. Sebab, jika di hilir dalam artian ketika produk sudah tersebar di masyarakat, akan lebih sulit, demikian diungkapkan Roy saat ditemui di Gedung Kemenkes, Kuningan, Jakarta, Senin (13/10/2014).

Peran kepala daerah pun dirasa Roy penting untuk mengawasi dan memperketat retail atau distribusi bahan berbahaya seperti formalin. Roy mengatakan, kepala daerah masing-masing memiliki kewenangan untuk mendaftar dan mencatat bahan berbahaya yang didistribusikan.

"Lalu pastikan yang beli adalah mereka yang berhak. Artinya kalau untuk keperluan indutri, mana buktinya dan betul nggak kebutuhan mereka sekian. Kita juga bisa libatkan dinas terkait, dinas perdagangan dan perindustrian lalu diaudit," tutur Roy.

"Dengan begitu, jumlah distribusi dan penggunaan bahan berbahaya bisa dihitung dan jika jumlahnya tidak cocok, maka harus ada yang bertanggung jawab. Penting pula untuk hukumnya juga harus lebih ditegakkan lagi," imbuhnya.

Bagi masyarakat, Roy menekankan perlu ada kewaspadaan terutama saat mereka membeli produk pangan terutama mi basah. Jika tidak lengket dan warnanya mengkilat, Anda patut curiga.

"Apalagi kalau mi itu tahan lama di dalam suhu kamar, harus curiga karena mestinya cepat rusak. Kalau warna tergantung diberi warna apa kan, jadi tidak bisa dijadikan patokan," ucap Roy.

Dicontohkan Roy, beberapa waktu lalu tahun ini BPOM menemukan 5 industri yang memproduksi mi berformalin di Bandung dengan jumlah sebelumnya 8 industri. Sedangkan Jumat lalu, BPOM menemukan industri mi berformalin di Desa Nanggerang, Kecamatan Tajurhalang, Kabupaten Bogor yang beromzet 6 ton per hari. Dikatakan Roy, mi berformalin tersebut didistribusikan ke beberapa pasar di Jakarta, Depok, dan Bogor.

sumber : detik

Minggu, 12 Oktober 2014

Jika Dibiarkan,Mata Kering Bisa Menyebabkan Kebutaan!

Bagi beberapa orang, mata memerah adalah hal yang biasa terjadi. Kondisi tersebut sering disangka karena kelilipan atau kemasukan benda asing. Hati-hati, mata memerah juga bisa disebabkan oleh sindrom mata kering.

Dirangkum dari berbagai sumber olehdetikHealth, Rabu (3/9/2014), sindrom ini biasanya terjadi pada saat seseorang menginjak usia 30-an tahun. "Pada saat usia bertambah tua, produksi air mata akan berkurang," ujar Sheng Lim, konsultan ophthalmic surgeon dari St Thomas's Hospital, London.

Pada usia tersebut mata tidak memproduksi cukup air mata dan penguapan terhadap air mata berlangsung cukup cepat. Walaupun sindrom mata kering ini biasa terjadi pada orang usia 30-an, gejala ini bisa terjadi pada siapa saja.

Gejala pada kondisi mata kering adalah sakit, iritasi pada mata, pandangan kabur, dan terasa ada benda mengganjal di mata. Kondisi seperti ini bisa menyebabkan mata tidak dapat melakukan lubrikasi secara efektif. JIka terus dibiarkan, gejala ini bisa menyebabkan kebutaan karena kekeringan bisa membuat luka pada bola mata.

Kondisi ini bisa semakin parah jika ditambah dengan aktivitas menonton TV atau menatap layar komputer terlalu lama. Studi menunjukkan jika normalnya mata berkedip adalah 22 kali dalam semenit. Namun, saat fokus menatap TV, mata hanya berkedip sebanyak 5 sampai 7 kali dalam semenit. Kurangnya kedipan juga membuat mata semakin kering.

"Pendingin ruangan, lensa kontak, kurang tidur, dan stres juga bisa menjadi faktor lain yang membuat mata mengering," tambah Lim.

Kondisi mata kering ini bisa berhubungan dengan blepharitis yang dapat membuat peradangan pada kelopak mata. Blepharitis ini akan membuat kelenjar di antara bulu mata tersumbat oleh kulit kering, infeksi, dan kotoran.

Padahal kelenjar di mata dapat memproduksi lapisan minyak pada air mata yang dapat melindungi bola mata Anda. Tanpa lapisan ini, air mata Anda akan lebih cepat menguap karena kekeringan. Akan tetapi, Lim sendiri belum bisa memastikan penyebab orang terkena blepharitis. "Walaupun belum pasti, kondisi blepharitis biasanya dialami oleh orang yang memiliki kulit rentan atau sensitif," jelasnya.

Untuk saat ini pengobatan yang bisa dilakukan untuk mengatasi sindrom mata kering adalah pemakaian gel dan cairan yang diteteskan di mata untuk menggantikan air mata. Selalu ingat untuk berkedip juga dapat membuat pengobatan menjadi lebih efektif.

sumber : detik

Mata Kering Akibat Sering Pakai Gadget dan Banyak di Ruang Ber-AC

Di zaman serba canggih seperti sekarang, hampir semua orang tidak bisa lepas dari gadget. Hati-hati, dokter mata mengingatkan bahwa terlalu banyak menggunakan gadget bisa menyebabkan mata kering. Dampaknya jangan disepelekan!

Dr Amyta Miranty, Sp.M, MPH dari RS Premier Bintaro mengatakan, mata kering disebabkan oleh penguapan yang berlebihan di permukaan mata. Penguapan terjadi karena lapisan minyak yang melindungi kelembaban mata menipis, baik karena faktor penuaan maupun gaya hidup.

"Ibarat ada segelas air kalau kita kasih minyak di atasnya, lalu ada segelas air lagi kita diamkan begitu saja, mana yang lebih cepat menguap? Tentu yang tidak ada minyaknya," kata dr Amyta, ditemui dalam talkshow World Sight Day di Bintaro, Tangerang Selatan, seperti ditulis Minggu (12/10/2014).

Dampak mata kering tidak bisa diremehkan. Paling sederhana, mata kering dapat mengurangi kualitas hidup karena penderitanya harus membeli obat tetes mata agar kondisinya tidak memburuk. Jika memburuk, mata kering bisa juga memicu infeksi yang merusak permukaan bola mata.

Sementara itu, dr Dyanna Suwandy dari PT Kalbe Farma mengatakan bahwa 1 dari 3 orang mengalami mata kering. Sebagian di antaranya disebabkan oleh penggunaan berbagai jenis gadget secara berlebihan, baik ponsel, televisi, maupun komputer. Sebagian lagi karena komplikasi diabetes.

"Dua dari 5 pengguna gadget juga mengalami mata kering," kata dr Dyanna.

Selain penggunaan gadget yang berlebihan, faktor gaya hidup lainnya yang juga menyebabkan mata kering adalah terlalu lama berada di ruang ber-AC. Agar tidak mengalami mata kering, batasi penggunaan gadget seperlunya, dan jangan lupa berkedip!

sumber ; detik

Jumat, 01 Agustus 2014

Rajin Olahraga Tapi Juga Sering Duduk Kelamaan?Sama Juga Bohong

Jika kebiasaan duduk berlama-lama sebelumnya dikatakan dapat diatasi dengan 'menyelipkan' aktivitas fisik ringan. Maka kini sebuah studi terbaru menyebutkan bahwa manfaat aktivitas fisik bisa hilang jika kebiasaan duduk berlama-lama tetap dilakukan.

Oleh sebab itu, para peneliti menyebutkan bahwa mereka yang jarang duduk dan lebih sering berdiri atau berjalan-jalan dapat mengurangi risiko obesitas dan diabetes tipe 2.

Untuk membuktikan teori ini, para peneliti mengamati efek dari kebiasaan hidup yang tak aktif seperti menonton TV, menjahit atau duduk di meja kerja, pada 4.000 responden selama periode 5 dan 10 tahun.

Setelah 5 tahun, mereka yang menghabiskan kurang dari 12 jam duduk dalam seminggu dan lebih dari 4 jam berolahraga memiliki seperempat risiko obesitas lebih rendah dibandingkan mereka yang duduk lebih dari 25 jam seminggu dan melakukan aktivitas fisik kurang dari 90 menit.

Menurut para peneliti, ini mungkin karena duduk tak mendukung manfaat sehat dari olahraga. Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Diabetologia ini juga menyebutkan bahwa mengurangi kebiasaan duduk dapat memangkas perkembangan faktor risiko metabolik, seperti diabetes.

"Efektivitas aktivitas fisik untuk mencegah obesitas mungkin tergantung pada seberapa banyak Anda duduk di waktu luang Anda. Mengurangi waktu duduk dan meningkatkan aktivitas fisik diperlukan untuk mengurangi risiko menjadi gemuk," ungkap salah satu penulis peneliti, Dr Joshua Bell.

Seperti dikutip dari ABC Australia, Jumat (1/8/2014), jika sebelumnya Anda terbiasa duduk berlama-lama sambil menonton TV misalnya, segera ubah kebiasaan tersebut. Salah satunya dengan tak menggunakan remote jika ingin mengganti saluran TV. Selain itu, jika memungkinkan sesekali cobalah berdiri dan lakukan peregangan.

sumber : detik